perisaikaltim.com – Pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di sekolah-sekolah mendapat sorotan dari Anggota Komisi IV DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), Agusrinsyah Ridwan. Ia mengusulkan agar pengelolaan program dilakukan secara mandiri oleh masing-masing sekolah untuk memastikan kualitas makanan yang disajikan kepada para siswa.
Menurut Agusrinsyah, pelaksanaan MBG sebagai bagian dari program Asta Cita Presiden Prabowo Subianto memang memiliki semangat yang baik, namun di lapangan ditemukan sejumlah persoalan yang perlu segera dievaluasi. “MBG ini walaupun di tengah-tengah ada problematikanya di lapangan, tetapi ini merupakan Asta Cita dari Bapak Presiden Prabowo. Tentu perlu analisis dan perbaikan dengan berbagai kekurangannya,” ujarnya, Senin, 26 Mei 2025.
Ia menilai bahwa keterlibatan sekolah secara langsung akan membuat program lebih adaptif terhadap kebutuhan gizi dan preferensi lokal para siswa. Selain itu, pengelolaan anggaran pun bisa lebih transparan jika dilakukan melalui tim sekolah yang menyusun laporan pertanggungjawaban (SPj) secara langsung.
Agusrinsyah juga menyarankan agar program ini dihitung berdasarkan persentase biaya per siswa, agar dapat disesuaikan dengan kebutuhan aktual di masing-masing daerah. “Mungkin bagusnya memang tim di setiap sekolah itu dibentuk, biar mereka lakukan pengelolaan sendiri dan mereka melaporkan sebagaimana SPj yang seharusnya,” jelasnya.
Di beberapa daerah, lanjutnya, justru ditemukan bahwa menu makanan sebelum adanya program MBG lebih baik dibandingkan yang disediakan melalui pihak ketiga dalam program tersebut. Ia menilai hal ini sebagai indikator bahwa pengelolaan eksternal belum tentu efektif.
“Karena kita temukan juga beberapa laporan di lapangan bahwa sebelum ada program MBG, makanan mereka jauh lebih representatif daripada yang diberikan oleh program,” katanya.
Agusrinsyah menegaskan bahwa pendekatan berbasis gizi, efisiensi distribusi, serta pemberdayaan lokal harus menjadi landasan program MBG. Evaluasi menyeluruh baik oleh pemerintah pusat maupun daerah menjadi hal krusial agar program benar-benar mencapai tujuannya dalam menurunkan angka malnutrisi anak di sekolah. “Program ini sangat baik, tapi harus representatif dan disesuaikan dengan kebutuhan nyata di tiap sekolah,” pungkasnya. (adv)