perisaikaltim.com – Kalimantan Timur (Kaltim) menghadapi tantangan serius dalam bidang kesehatan, terutama terkait kurangnya jumlah dokter dan ketidakmerataan distribusi mereka. Menurut anggota DPRD Kaltim, Andi Satya Adi Saputra, yang juga seorang dokter spesialis, situasi ini menyebabkan adanya kesenjangan kualitas layanan kesehatan antara wilayah perkotaan dan daerah terpencil. Hal ini disampaikan Andi saat ditemui di DPRD Kaltim pada Kamis, 31 Oktober 2024.
Dengan jumlah penduduk yang mencapai 4 juta jiwa, Kaltim hanya memiliki sekitar 2.000 dokter, jauh di bawah angka ideal yang seharusnya mencapai 4.000 atau setara dengan satu dokter untuk setiap 1.000 penduduk. “Jumlah dokter di Kaltim saat ini masih jauh dari ideal,” kata Andi Satya.
Lebih lanjut, Andi menjelaskan bahwa dari jumlah dokter yang ada, distribusinya tidak merata. Sebagian besar dokter terkonsentrasi di tiga kota besar, yaitu Samarinda, Balikpapan, dan Bontang, sementara daerah pedalaman dan perbatasan masih sangat kekurangan tenaga medis. Hal ini membuat masyarakat di wilayah-wilayah terpencil mengalami kesulitan dalam mendapatkan layanan kesehatan yang memadai.
“Terkonsentrasinya dokter di kota besar memang karena fasilitas dan insentif yang didapat lebih menarik. Selain gaji yang lebih tinggi, mereka juga mendapatkan rumah dinas dan peluang pengembangan karier yang lebih luas,” tambahnya.
Untuk mengatasi hal ini, Andi Satya mengusulkan agar pemerintah memberikan insentif khusus bagi dokter yang bersedia bertugas di daerah pedalaman dan perbatasan. Insentif tersebut bisa berupa tunjangan khusus, fasilitas yang memadai, hingga peluang untuk melanjutkan studi. Hal ini, menurutnya, dapat meningkatkan minat dokter untuk bekerja di wilayah-wilayah yang selama ini kurang terjangkau.
Selain insentif, Andi Satya juga menyarankan agar pemerintah daerah memberikan dukungan penuh bagi putra-putri daerah yang berkuliah di fakultas kedokteran, terutama bagi mereka yang mengambil program dokter spesialis. “Dengan adanya program kuliah gratis di fakultas kedokteran, tentu akan semakin banyak putra putri daerah yang berminat menjadi dokter dan kembali mengabdi di kampung halaman mereka,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa program pendidikan gratis ini tidak hanya bertujuan untuk mencetak dokter-dokter berkualitas, tetapi juga untuk memastikan bahwa mereka akan kembali dan memberikan layanan kesehatan di daerah asal mereka.
Menurut Andi Satya, ketimpangan jumlah dokter antar daerah di Kaltim merupakan persoalan serius yang membutuhkan perhatian dari berbagai pihak. Pemerintah daerah perlu segera mengambil langkah konkret untuk menyelesaikan masalah ini demi pemerataan akses layanan kesehatan.
“Mendapatkan layanan kesehatan yang berkualitas adalah hak dasar setiap warga negara. Kita harus memastikan bahwa semua masyarakat, termasuk yang di daerah terpencil, mendapatkan pelayanan yang layak,” pungkasnya.(adv)
-udin