Perisaikaltim.com, SAMARINDA – Komisi I DPRD Kalimantan Timur (Kaltim) berencana untuk memanggil manajemen PT Putra Bongan Jaya (PBJ), sebuah perusahaan perkebunan kelapa sawit yang beroperasi di Kecamatan Jempang, Kabupaten Kutai Barat (Kubar). Tindakan ini diambil karena perusahaan tersebut telah membuka kebun kelapa sawit di kawasan yang seharusnya diperuntukkan bagi pengembangbiakan kerbau rawa.
Ketua Komisi I DPRD Kaltim, Baharuddin Demmu, mengungkapkan bahwa rencana pemanggilan ini berdasarkan aduan masyarakat yang menyatakan bahwa ternak kerbau rawa di Kecamatan Jempang terancam punah akibat aktivitas perusahaan sawit milik PT Putra Bongan Jaya.
Baharuddin Demmu menjelaskan, “Ternak kerbau rawa di sana (Kecamatan Jempang) saat ini berada dalam posisi terancam. Beberapa wilayah mereka telah dijadikan kebun sawit.”
Menurut Baharuddin Demmu, Pemerintah Kabupaten Kutai Barat (Pemkab Kubar) sebelumnya telah mengeluarkan beberapa surat, termasuk kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kubar, untuk menjaga kawasan pengembangbiakan kerbau rawa di wilayah tersebut. Namun, perusahaan tampaknya melanggar peraturan ini dengan terus membuka lahan perkebunan kelapa sawit.
“Bupati Kubar sebelumnya telah mengeluarkan surat untuk menjaga wilayah pengembangbiakan kerbau rawa di wilayah tersebut, dengan luas sekitar 2.400 hektar. Namun, masalahnya adalah perusahaan ini tidak mematuhi peraturan tersebut dan terus melanggarnya,” tegas Baharuddin Demmu.
Meskipun wilayah tersebut sudah termasuk dalam Hak Guna Usaha (HGU) milik PT Putra Bongan Jaya, seharusnya perusahaan tersebut memisahkan wilayah yang harus dijaga sebagai wilayah pengembangbiakan. Ini telah diatur dalam Peraturan Bupati (Perbup) Kubar nomor: 524/1749/Disbuntanakan-Tu.P/XI/2016 tentang penyediaan lahan untuk kawasan peternakan kerbau.
“Saya kira pemegang izin, yaitu PT Putra Bongan Jaya, seharusnya menentukan wilayah yang harus dijaga, bukan malah mengubah semuanya menjadi kebun kelapa sawit,” kata legislator Dapil Kukar ini.
Baharuddin Demmu mendorong agar bupati Kubar mengirimkan kembali surat tersebut kepada pihak perusahaan, sehingga peraturan tersebut dapat ditinjau kembali dan tidak terus-terusan digarap oleh perusahaan.
“Menurut pendapat saya, jika wilayah tersebut sudah ditetapkan sebagai wilayah yang harus dijaga, maka pemerintah seharusnya tidak mengeluarkan izin bagi perusahaan. Atau mungkin masalah ini disebabkan oleh kurangnya sinkronisasi di antara semua Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang terlibat dalam proses perizinan,” tambahnya.
Untuk lebih memahami dan menyelesaikan masalah ini, Komisi I akan segera mengatur jadwal pemanggilan pihak terkait, termasuk perwakilan dari perusahaan dan Dinas Perkebunan Kubar. Bahkan, Dinas Perkebunan Provinsi Kaltim juga akan diundang untuk memberikan penjelasan terkait masalah ini. (adv)